Langsung ke konten utama

Lemahnya Pengelolaan Keuangan Daerah



  Selasa, 26 Januari 2010
 
  Pro Otonomi
[ Selasa, 19 Januari 2010 ]
Lemahnya Pengelolaan Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2010 di kabupaten-kota seharusnya sudah ditetapkan selambatnya Desember 2009. Depdagri mengancam memotong dana transfer karena keterlambatan tersebut. Apa konsekuensi sanksi itu bagi daerah?

---

ADA dua penyebab utama keterlambatan pengesahan APBD. Pertama, proses review dari pemerintah provinsi (pemprov) dan pengesahan dari gubernur. Kedua, kondisi politik di tingkat lokal. Kurang harmonisnya hubungan antara eksekutif dan legislatif berdampak terhadap pembahasan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten-kota.

Akibatnya, pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) yang diajukan eksekutif akan melalui proses yang sangat panjang dan alot. Saat itu akan terjadi tarik-menarik kepentingan antara kedua pihak.

Setiap tahun, anggaran di daerah selalu dimulai pada Januari. Pada bulan yang sama, pemda telah memulai proses musyawarah pembangunan (musrenbang) di tingkat desa-kelurahan sebagai proses awal menyusun anggaran untuk tahun berikutnya.

Namun, tak jarang karena dua masalah tersebut, APBD baru disahkan pada Januari atau Februari. Molornya pengesahan berdampak terhadap implementasi program pembangunan di daerah. Misalnya, keterlambatan proses tender (lelang) proyek-proyek (terutama fisik) yang didanai APBD. Kalau tender terlambat dilaksanakan, pemda tidak dapat melakukan belanja modal.

Belanja modal biasanya dilaksanakan melalui lelang. Berdasar Permendagri No 13/2006 jo Permendagri No 59/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja yang bisa dilakukan pemkot hanya barang dan jasa. Itu pun menggunakan APBD pada tahun sebelumnya sebagai rujukan.

Dampak lain adalah rendahnya penyerapan anggaran pembangunan di daerah. Pemerintah menggunakan alasan tersebut untuk menilai kinerja pemda. Semakin rendah penyerapan anggaran, pemda dianggap tidak memaksimalkan pelayanan kepada publik. Itu jelas amat merugikan masyarakat.

Rendahnya daya serap anggaran di daerah terjadi karena berbagai sebab. Pertama, kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) di daerah yang bervariasi. Kedua, kondisi politik di daerah yang tidak harmonis. Ketiga, prinsip kehati-hatian yang diterapkan pejabat daerah karena regulasi yang tumpang tindih dan dianggap ketat oleh daerah. Pejabat di daerah takut terjadi kesalahan prosedur, sehingga menyeret mereka ke dalam kasus korupsi. Karena itu, banyak pejabat di daerah yang tidak mau menjadi pimpinan proyek (pimpro).

Keterlambatan pengesahan APBD dan belum terserapnya semua pembangunan anggaran daerah mendorong Departemen Keuangan (Depkeu) untuk memberlakukan insentif dan disinsentif kepada pemda. Sebab, kondisi sudah dianggap meresahkan. Sanksi yang diterima daerah bila tidak mampu menjalankan fungsi anggaran adalah pemotongan atau penundaan transfer anggaran dari pusat. Nilainya disesuaikan dengan dana yang tidak berhasil diserap.

Ini merupakan kabar buruk bagi daerah yang tidak mampu menyerap semua anggaran publiknya. Sebab, selama ini 70 persen anggaran di daerah berasal dari dana transfer, baik berupa dana alokasi umum (DAU) maupun dana alokasi khusus (DAK). Dengan anggaran-anggaran tersebut, pemda membiayai gaji para pegawai dan proyek-proyek pembangunan di daerah. Tanpa dana transfer, pembangunan di daerah belum bisa berjalan.

Selain sanksi, sudah selayaknya pusat memberikan insentif kepada daerah. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan, insentif ke daerah disalurkan dalam bentuk DAU, DAK, atau dana bagi hasil (DBH). Namun, jumlah tersebut belum ditentukan secara jelas oleh Depkeu. Jumlah insentif itulah yang seharusnya segera ditentukan Depkeu.

Reward dan punishment tersebut merupakan cara yang bagus untuk mendisiplinkan kebijakan anggaran di daerah. Tanpa sanksi yang keras, sangat sulit mengubah pengelolaan keuangan di daerah. Dengan alasan takut melanggar hukum dan ketentuan, anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik tidak terserap secara maksimal. Ini menjadi tantangan yang sangat besar bagi daerah yang mengalami kendala kualitas SDM dan panasnya suhu politik antara eksekutif dan legislatif.

Tertibkan Keuangan Daerah

Tahun anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2010 di tingkat nasional dan daerah telah dimulai pada 11 Januari lalu. Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyerahkan daftar isian penggunaan anggaran (DIPA).

Dalam kesempatan tersebut, presiden mengingatkan daerah untuk mempercepat penyerapan keuangan. Tidak ada alasan bagi daerah untuk menunda penggunaan anggaran. Sebab, regulasi, prosedur, dan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah telah jelas. Pesan SBY tersebut bisa jadi sulit dilakukan bila daerah yang bersangkutan terlambat mengesahkan RAPBD.

Jelasnya prosedur pengelolaan keuangan itu kadang masih belum dilaksanakan pemda. Kesalahan dalam menjalankan prosedur keuangan di daerah dan tidak tahu regulasi tidak jarang menyeret kepala daerah dalam kasus korupsi. Misalnya, kasus penyelewengan dana kas daerah di Kabupaten Situbondo yang menyeret Bupati Ismunarso ke penjara.

Namun, terkait alokasi anggaran berdasar pembagian kewenangan, dalam praktiknya masih banyak terjadi tumpang tindih. Terutama untuk program-program dari DAK. Di lapangan, banyak yang kurang sesuai dengan kebutuhan daerah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tindik Lidah Berisiko Bikin Otak Bengkak

Kamis, 15/10/2009 16:32 WIB   Jakarta, B eberapa tahun yang lalu orang hanya mengenal tindikan pada telinga saja, tapi kini hampir semua bagian tubuh bisa ditindik. Tapi jika Anda ingin melakukan tindik lidah, cobalah dipikir kembali sebelum benar-benar memutuskan. Para dokter mengatakan bahwa memiliki tindikan di lidah bisa meningkatkan risiko pembengkakan otak. Sebuah arsip Neurology melaporkan bagaimana seorang laki-laki berusia 22 tahun meninggal dunia akibat mengalami pembengkakan otak setelah beberapa minggu menindik lidahnya. Dokter dari pria Israel tersebut telah memberitahukan bahwa terjadi infeksi yang bisa menyebar ke dalam aliran darah yang bisa membahayakan otak. Para pakar mengatakan tindik yang dilakukan di lidah lebih sering menyebabkan gigi patah dan infeksi mulut, namun terkadang juga menimbulkan masalah pada jantungnya. Meskipun memiliki risiko yang cukup mengerikan, menindik lidah tetap saja menjadi populer. Hal ini juga didukung oleh banyaknya sele...
Berikut ini adalah tips yg dapat anda gunakan untuk memperoleh  foto pra wedding  yang bagus: Tempat Jika anda melakukan foto pre wedding outdoor, maka tentukanlah lokasi yg anda sukai. Apakah itu pantai, gunung, gedung2 tua, perkantoran modern, hotel, cafe dll. Jikalau lokasinya cukup jauh ada baiknya anda meluangkan waktu untuk menginap di lokasi yang dekat dengan lokasi pemotretan prewedding. Pilihan lokasi yg tepat akan membantu anda merasa lebih “santai & nyaman” pada saat pemotretan sehingga akan lebih mudah mendapatkan foto pre wedding yang “bagus”. Waktu Sediakanlah waktu yang cukup antara sesi pemotretan pre wedding dengan hari h anda, paling tidak sekitar 1 bulan sebelum hari pernikahan anda. Karena melakukan pemotretan prewedding biasanya dilakukan 1 hari penuh dari pagi sampai sore dan hal ini akan cukup menyita energi anda. Untuk mendapatkan pre wedding photo outdoor yang bagus biasanya fotografer anda akan menyarankan agar dimulai pagi hari sekali, sekitar p...

Alat Pemalsu Keperawanan Laris Manis di Indonesia

Jumat, 16/10/2009 16:05 WIB Alat Pemalsu Keperawanan Laris Manis di Indonesia Deden Gunawan, Nurul Ulfah - detikHealth Jakarta, Meski banyak menuai kontroversi, alat pemalsu keperawanan yang dirancang khusus untuk mengelabui pria sudah mulai masuk ke Indonesia. Dalam 3 hari saja 100 paket selaput dara palsu ini ludes terjual. Seorang penjual selaput dara palsu Hartarto mengaku kehabisan stok padahal ia hanya menjual lewat iklan di internet. Karena kehabisan, bagi yang ingin memesan selaput dara palsu seharga Rp 700 ribu itu, harus menunggu hingga bulan depan. "Stok kita memang terbatas. Karena saya mengimpor dengan cara konvensional lewat saudara saya yang bekerja di Jepang. Dia pulang ke Indonesia setiap dua sampai tiga bulan sekali," jelas Hartarto saat berbincang-bincang dengan detikcom. Selain kesulitan dalam mengimpor, Hartato sengaja tidak menjual dalam jumlah besar supaya bisa tetap dapat untung besar. Pasalnya, jika barang tersebut membanjiri Indonesia...