Selasa, 10/11/2009 14:30 WIB
Sepak Terjang Markus
Jakarta - Ari Muladi menjadi sosok penting dalam kasus dugaan penyuapan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria kelahiran Surakarta, 1 November 1954 tersebut, diduga menjadi makelar kasus yang ditugasi membereskan kasus buron KPK Anggoro Widjojo.
Melalui Ari, duit sebanyak Rp 6 miliar dari adik Anggoro, Anggodo, konon mengucur ke sejumlah pimpinan KPK. Anggodo mempercayakan duit sebanyak itu lantaran ia mengenal sosok Ari sebagai juru lobi yang sangat handal saat keduanya malang-melintang berbisnis di Kota Surabaya.
Data yang dihimpun detikcom, Ari sejak tahun 1980-an sampai 1990-an aktif sebagai pemborong. Sejumlah proyek-proyek Pemkot Surabaya ia tangani, terutama dalam pembuatan jalanan dan bangunan.
Selain menjadi pemborong ia juga dikenal lihai dalam melobi para pejabat Pemkot Surabaya maupun petinggi Polda Jawa Timur.
Tidak heran jika para koleganya banyak yang meminta bantuannya bila ingin mengurus segala macam perizinan di Kota Pahlawan tersebut.
"Dia orangnya supel dan royal. Sehingga banyak pejabat saat itu yang dekat dengannya," jelas sumber detikcom di lingkungan Pemkot Surabaya.
Namun sumber tersebut mengaku tidak tahu bendera usaha apa yang diusung Ari ketika menangani proyek-proyek di Pemkot. Soalnya, Ari lebih aktif mengurusi perizinan alias jadi makelar perizinan dibanding jadi pemborong.
Pengakuan yang sama juga dikatakan Yunan, pengurus sekertariat Badan Pimpinan Cabang Gabungan Pelaksana Kontruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Surabaya. Menurut Yunan, Gapensi Surabaya tidak mengenal sosok Ari.
"Kalo nama Ari Muladi kita tidak tahu mas. Dari database kami tidak ada nama itu. Mungkin kalau tahu nama perusahaanya bisa kita cari," jelas Yunan saat dihubungi detikcom.
Keterangan Yunan tersebut dimaklumi beberapa pengawai Pemkot Surabaya. Sebab sekalipun punya usaha kontraktor, Ari lebih banyak terjun dalam dunia makelar tanah. Banyak kasus sengketa tanah di Surabaya yang ditangani dirinya.
Seorang pegawai Pemkot yang enggan disebut namanya mengatakan, jaringan mafia tanah Ari Cs sangat besar di Surabaya. Dalam jaringan itu, ia lebih banyak bermain di Pemkot maupun Mapolda Jawa Timur.
Kata sumber tersebut, salah satu kasus yang menjadi buah tangan Ari adalah kisruh fasilitas umum di salah satu perumahan di Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Fasilitas umum yang diserahkan Ciputra untuk dikelola Pemkot tiba-tiba berpindah tangan ke pihak swasta. "Padahal lokasinya sangat strategis, yakni di pinggir jalan raya," jelas sumber tersebut.
Sumber itu melanjutkan, setelah sukses menjadi makelar tanah, Ari kemudian banyak membuka SPBU di wilayah Surabaya. Salah satunya di Jalan Walikota Mustajab. Pelebaran usaha Ari membuat namanya semakin kesohor di kalangan pebisnis di Surabaya.
Nama Ari semakin ngetop di kalangan bisnis sekitar tahun 1997-1999. Nah saat itulah Ari diduga mulai berkenalan dan akrab dengan Anggodo Widjojo. Beberapa kali Anggodo meminta bantuan Ari untuk mengurusi berbagai perizinan di Surabaya.
Dan karena reputasinya yang handal dalam melobi, Anggodo kemudian mempercayakan masalah yang dialami kakaknya, Anggoro Widjojo yang sedang berurusan dengan KPK. Apalagi, Ari sempat mengaku mengenal beberapa pimpinan KPK.
Sugeng Teguh Santoso, pengacara Ari Muladi saat dimintai komentar seputar kiprah kliennya itu, mengaku tidak tahu banyak. "Kalau soal kehidupannya tanya saja langsung kepada Pak Ari. Karena saya hanya menangani kasusnya saja," ujar Sugeng singkat.
Selain nama Ari Muladi, sosok yang diduga sebagai makelar atau perantara dalam kasus Anggoro adalah Edi Sumarsono. Anggodo mulai berkenalan dengan Edi September 2008. Anggodo saat itu meminta bantuan Edi untuk dipertemukan dengan Ketua KPK Antasari Azhar.
Maklum, selama ini Edi dikenal sebagai orang dekat Antasari. Selain itu, Edi juga banyak mengenal para petinggi di Kejagung, seperti mantan Jaksa Agung M.A. Rachman, mantan Jamintel Wisnu Subroto, dan mantan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Edi sendiri mulai dikenal di lingkungan Gedung Bundar sejak 1999. Sumber detikcom mengatakan, saat itu Edi dikenal sebagai koordinator Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia (LARI), sebuah LSM yang menyoroti masalah korupsi.
LSM tersebut sempat melaporkan adanya indikasi korupsi dalam privatisasi Pelindo II, yang melibatkan Tanri Abeng, mantan menteri pemberdayaan BUMN. Dari situ, Edi semakin dikenal dengan sejumlah Jaksa Muda di Gedung Bundar.
Sumber detikcom yang enggan namanya disebut itu juga mengatakan, sejak kedekatannya dengan sejumlah pejabat di kejaksaan, penampilan Edi pelan-pelan berubah.
"Kalau dulu ia ke kejaksaan Agung pakai motor Vespa, sekarang dia sudah punya mobil Alphard," jelas sumber tersebut.
Selain kendaraannya yang berubah, jumlah rumah yang dimiliki Edi juga bertambah. Kalau dulu ia hanya punya sebuah rumah di wilayah Bekasi. Sekarang ia memiliki paling tidak 3 rumah.
Namun saat dikonfirmasi detikcom, Edi membatah kalau dirinya disebut sebagai makelar kasus. "Siapa yang bilang saya markus?" tegas Edi.
Menurutnya, ia kenal dengan Anggodo melalui Ijaksa rwan Nasution, pada September 2008, lalu. Saat itu Anggodo minta dikenalkan dengan Antasari terkait masalah yang menimpa kakaknya, Anggoro Widjojo. Saat itu pula Anggodo mengaku kalau Anggoro
ingin memberikan kesaksian terkait kasus penyuapan terhadap oknum-oknum KPK.
"Saat itu saya langsung SMS Antasari dan bilang kalau ada orang yang ingin memberikan testimoni terkait kasus suap yang melibatkan pimpinan KPK. SMS nya sampai saat ini masih saya simpan," ujar Edi.
Terkait kekesalan Anggodo, Edi mengatakan, ada kekeliruan persepsi di pihak Anggodo. Sebab, kata Edi, Anggodo menginginkan Antasari bisa menangani kasus yang melibatkan Anggoro.
"Kita tidak bisa diatur-atur. Lagi pula tujuan Pak Antasari bertemu dengan Anggoro hanya terkait testimoni dugaan suap yang melibatkan pimpinan KPK," pungkasnya.
Jampidsus Marwan Effendy kaget Edi disebut seorang markus. Marwan mengaku mengenal Edi namun tidak akrab. Edi menurut Marwan adalah wartawan investigasi dan aktivis LSM.
"Lho belakangan ternyata kok dia markus. Atau dia menjual nama kita, kita nggak ngerti," ujar
Sepak Terjang Markus
Jakarta - Ari Muladi menjadi sosok penting dalam kasus dugaan penyuapan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria kelahiran Surakarta, 1 November 1954 tersebut, diduga menjadi makelar kasus yang ditugasi membereskan kasus buron KPK Anggoro Widjojo.
Melalui Ari, duit sebanyak Rp 6 miliar dari adik Anggoro, Anggodo, konon mengucur ke sejumlah pimpinan KPK. Anggodo mempercayakan duit sebanyak itu lantaran ia mengenal sosok Ari sebagai juru lobi yang sangat handal saat keduanya malang-melintang berbisnis di Kota Surabaya.
Data yang dihimpun detikcom, Ari sejak tahun 1980-an sampai 1990-an aktif sebagai pemborong. Sejumlah proyek-proyek Pemkot Surabaya ia tangani, terutama dalam pembuatan jalanan dan bangunan.
Selain menjadi pemborong ia juga dikenal lihai dalam melobi para pejabat Pemkot Surabaya maupun petinggi Polda Jawa Timur.
Tidak heran jika para koleganya banyak yang meminta bantuannya bila ingin mengurus segala macam perizinan di Kota Pahlawan tersebut.
"Dia orangnya supel dan royal. Sehingga banyak pejabat saat itu yang dekat dengannya," jelas sumber detikcom di lingkungan Pemkot Surabaya.
Namun sumber tersebut mengaku tidak tahu bendera usaha apa yang diusung Ari ketika menangani proyek-proyek di Pemkot. Soalnya, Ari lebih aktif mengurusi perizinan alias jadi makelar perizinan dibanding jadi pemborong.
Pengakuan yang sama juga dikatakan Yunan, pengurus sekertariat Badan Pimpinan Cabang Gabungan Pelaksana Kontruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Surabaya. Menurut Yunan, Gapensi Surabaya tidak mengenal sosok Ari.
"Kalo nama Ari Muladi kita tidak tahu mas. Dari database kami tidak ada nama itu. Mungkin kalau tahu nama perusahaanya bisa kita cari," jelas Yunan saat dihubungi detikcom.
Keterangan Yunan tersebut dimaklumi beberapa pengawai Pemkot Surabaya. Sebab sekalipun punya usaha kontraktor, Ari lebih banyak terjun dalam dunia makelar tanah. Banyak kasus sengketa tanah di Surabaya yang ditangani dirinya.
Seorang pegawai Pemkot yang enggan disebut namanya mengatakan, jaringan mafia tanah Ari Cs sangat besar di Surabaya. Dalam jaringan itu, ia lebih banyak bermain di Pemkot maupun Mapolda Jawa Timur.
Kata sumber tersebut, salah satu kasus yang menjadi buah tangan Ari adalah kisruh fasilitas umum di salah satu perumahan di Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Fasilitas umum yang diserahkan Ciputra untuk dikelola Pemkot tiba-tiba berpindah tangan ke pihak swasta. "Padahal lokasinya sangat strategis, yakni di pinggir jalan raya," jelas sumber tersebut.
Sumber itu melanjutkan, setelah sukses menjadi makelar tanah, Ari kemudian banyak membuka SPBU di wilayah Surabaya. Salah satunya di Jalan Walikota Mustajab. Pelebaran usaha Ari membuat namanya semakin kesohor di kalangan pebisnis di Surabaya.
Nama Ari semakin ngetop di kalangan bisnis sekitar tahun 1997-1999. Nah saat itulah Ari diduga mulai berkenalan dan akrab dengan Anggodo Widjojo. Beberapa kali Anggodo meminta bantuan Ari untuk mengurusi berbagai perizinan di Surabaya.
Dan karena reputasinya yang handal dalam melobi, Anggodo kemudian mempercayakan masalah yang dialami kakaknya, Anggoro Widjojo yang sedang berurusan dengan KPK. Apalagi, Ari sempat mengaku mengenal beberapa pimpinan KPK.
Sugeng Teguh Santoso, pengacara Ari Muladi saat dimintai komentar seputar kiprah kliennya itu, mengaku tidak tahu banyak. "Kalau soal kehidupannya tanya saja langsung kepada Pak Ari. Karena saya hanya menangani kasusnya saja," ujar Sugeng singkat.
Selain nama Ari Muladi, sosok yang diduga sebagai makelar atau perantara dalam kasus Anggoro adalah Edi Sumarsono. Anggodo mulai berkenalan dengan Edi September 2008. Anggodo saat itu meminta bantuan Edi untuk dipertemukan dengan Ketua KPK Antasari Azhar.
Maklum, selama ini Edi dikenal sebagai orang dekat Antasari. Selain itu, Edi juga banyak mengenal para petinggi di Kejagung, seperti mantan Jaksa Agung M.A. Rachman, mantan Jamintel Wisnu Subroto, dan mantan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Edi sendiri mulai dikenal di lingkungan Gedung Bundar sejak 1999. Sumber detikcom mengatakan, saat itu Edi dikenal sebagai koordinator Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia (LARI), sebuah LSM yang menyoroti masalah korupsi.
LSM tersebut sempat melaporkan adanya indikasi korupsi dalam privatisasi Pelindo II, yang melibatkan Tanri Abeng, mantan menteri pemberdayaan BUMN. Dari situ, Edi semakin dikenal dengan sejumlah Jaksa Muda di Gedung Bundar.
Sumber detikcom yang enggan namanya disebut itu juga mengatakan, sejak kedekatannya dengan sejumlah pejabat di kejaksaan, penampilan Edi pelan-pelan berubah.
"Kalau dulu ia ke kejaksaan Agung pakai motor Vespa, sekarang dia sudah punya mobil Alphard," jelas sumber tersebut.
Selain kendaraannya yang berubah, jumlah rumah yang dimiliki Edi juga bertambah. Kalau dulu ia hanya punya sebuah rumah di wilayah Bekasi. Sekarang ia memiliki paling tidak 3 rumah.
Namun saat dikonfirmasi detikcom, Edi membatah kalau dirinya disebut sebagai makelar kasus. "Siapa yang bilang saya markus?" tegas Edi.
Menurutnya, ia kenal dengan Anggodo melalui Ijaksa rwan Nasution, pada September 2008, lalu. Saat itu Anggodo minta dikenalkan dengan Antasari terkait masalah yang menimpa kakaknya, Anggoro Widjojo. Saat itu pula Anggodo mengaku kalau Anggoro
ingin memberikan kesaksian terkait kasus penyuapan terhadap oknum-oknum KPK.
"Saat itu saya langsung SMS Antasari dan bilang kalau ada orang yang ingin memberikan testimoni terkait kasus suap yang melibatkan pimpinan KPK. SMS nya sampai saat ini masih saya simpan," ujar Edi.
Terkait kekesalan Anggodo, Edi mengatakan, ada kekeliruan persepsi di pihak Anggodo. Sebab, kata Edi, Anggodo menginginkan Antasari bisa menangani kasus yang melibatkan Anggoro.
"Kita tidak bisa diatur-atur. Lagi pula tujuan Pak Antasari bertemu dengan Anggoro hanya terkait testimoni dugaan suap yang melibatkan pimpinan KPK," pungkasnya.
Jampidsus Marwan Effendy kaget Edi disebut seorang markus. Marwan mengaku mengenal Edi namun tidak akrab. Edi menurut Marwan adalah wartawan investigasi dan aktivis LSM.
"Lho belakangan ternyata kok dia markus. Atau dia menjual nama kita, kita nggak ngerti," ujar
Komentar
Posting Komentar