Pernyataan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengenai persoalan tunggakan pajak oleh pengusaha dinilai
sebagai pernyataan yang bermuatan politis. Secara tak langsung,
pernyataan itu dianggap sebagai "ancaman" kepada bos Partai Golkar,
Aburizal Bakrie, yang perusahaannya tersangkut masalah pajak.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, mengatakan, persoalan pajak adalah persoalan yang terlalu remeh untuk dibicarakan oleh seorang Presiden.
"Janganlah persoalan negara dicampurkan dengan politik. Kalau ada yang ngemplang memang harus ditindak. Tapi pertanyaan saya, lima tahun kemarin pas jadi Presiden, kerjaannya ngapain aja? Kalau ada masalah pajak, kenapa enggak ribut dari dulu? Kenapa baru sekarang diungkit?," kata Ikrar, Sabtu (13/2/2010) kepada Kompas.com.
Menurut Ikrar, pernyataan tersebut tak lebih hanya ingin memberikan peringatan "halus" kepada Golkar. Demokrat dianggap memperlihatkan keresahan terhadap gerak-gerik mitra koalisinya, terutama di Pansus Angket Kasus Bank Century.
"Teralu tinggi seorang Presiden bicara pajak. Untuk level Menteri Keuangan juga masih ketinggian. Buat apa Dirjen Pajak? Kalau tidak terkait dengan politik, enggak perlu Presiden ngomong soal itu (pajak). Buat saya, itu politik kekanak-kanakan," ujar Ikrar.
Teknik ancam-mengancam seperti halnya wacana reshuffle terhadap para menteri mitra koalisi, dinilai Ikrar sebagai wujud tidak dewasanya politisi-politisi Partai Demokrat.
"Walaupun Presidennya SBY dan Partai Demokrat adalah partai terbesar di parlemen, tapi partai ini masih partai-partaian. Tidak pandai dalam bernegosiasi dan masih tergantung dengan partai koalisi," ungkap Ikrar.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, mengatakan, persoalan pajak adalah persoalan yang terlalu remeh untuk dibicarakan oleh seorang Presiden.
"Janganlah persoalan negara dicampurkan dengan politik. Kalau ada yang ngemplang memang harus ditindak. Tapi pertanyaan saya, lima tahun kemarin pas jadi Presiden, kerjaannya ngapain aja? Kalau ada masalah pajak, kenapa enggak ribut dari dulu? Kenapa baru sekarang diungkit?," kata Ikrar, Sabtu (13/2/2010) kepada Kompas.com.
Menurut Ikrar, pernyataan tersebut tak lebih hanya ingin memberikan peringatan "halus" kepada Golkar. Demokrat dianggap memperlihatkan keresahan terhadap gerak-gerik mitra koalisinya, terutama di Pansus Angket Kasus Bank Century.
"Teralu tinggi seorang Presiden bicara pajak. Untuk level Menteri Keuangan juga masih ketinggian. Buat apa Dirjen Pajak? Kalau tidak terkait dengan politik, enggak perlu Presiden ngomong soal itu (pajak). Buat saya, itu politik kekanak-kanakan," ujar Ikrar.
Teknik ancam-mengancam seperti halnya wacana reshuffle terhadap para menteri mitra koalisi, dinilai Ikrar sebagai wujud tidak dewasanya politisi-politisi Partai Demokrat.
"Walaupun Presidennya SBY dan Partai Demokrat adalah partai terbesar di parlemen, tapi partai ini masih partai-partaian. Tidak pandai dalam bernegosiasi dan masih tergantung dengan partai koalisi," ungkap Ikrar.
Komentar
Posting Komentar